Hiburan Malam Masih Menuai Kontroversi
Bekasi (M2Media),
Sejumlah elemen masyarakat menilai item hiburan dalam Raperda Pariwisata masih menuai kontroversi dan mayoritas pendapat minta dihapuskan terutama pasal 13 pada nomor 7 huruf bb (Panti pijat Tradisional ), dd (Spa dan Sauna), ff (Karaoke), gg (Music Pub), hh (Music) hidup, ii (Café), jj (Music Happy Song).
Hal tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat Pansus VIII yang tengah menggodok Raperda Pariwisata dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP), Insan Pers dan Badan Perwakilan Desa (BPD) pada Selasa (26/10), di Hotel Grand Zuri Jababeka Cikarang, Kabupaten Bekasi.
LSM Solidaritas Nasionalis Peduli Rakyat (SNIPER), menilai tujuh item masih kontroversi lebih baik dihapuskan karena memang bertentangan dengan visi dan misi Kabupaten Bekasi manusia unggul yang agamis.
“Rincian pendapatan TA.2011, untuk tempat hiburan semisal karaoke dan sejenisnya hanya 1,8 Miliar saja, tidak terlalu besar bagi asupan PAD Kabupaten Bekasi paling-paling cukup untuk 1 KM lebih untuk membangun jalan beton,”ujar Sekjen Sniper Ferry Muzaki dengan berapi-api.
Pendapatnya juga didukung Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) serta Karang Taruna yang merupakan perwakilan OKP yang lebih menginginkan ketujuh point yang masih menjadi perdebatan lebih baik dihapuskan. Mereka beralasan untuk menjaga generasi muda Kabupaten Bekasi agar terjaga dari berbagai bahaya negatif, seperti pergaulan bebas, narkotika, maupun terseret dalam prostitusi.
“Titipan dari rekan-rekan pemuda minta ketujuh point tersebut lebih baik dihapuskan saja, agar generasi muda Kabupaten Bekasi tidak terjerumus dalam lingkaran maksiat,”ujar Ahmad Taufik dengan nada keras.
Hal berbeda disampaikan LSM LP3D (Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Daerah) dan Jaringan Masyarakat Peduli Demokrasi (JMPD) bila opsi penghapusan ketujuh point tersebut tidak memungkinkan, maka opsi zonanisasi tempat hiburan merupakan alternatif yang paling memungkinkan agar bisa terawasi.
“Bila di zonanisasi maka semua tempat hiburan yang sekarang menjamur semuanya ditutup. Setelah itu baru dipindahkan ditempat atau dilokalisir dalam zona tersebut dengan catatan jauh dari tempat ibadah, masyarakat, serta daerah pendidikan,”ungkap Jonly Nahampun.
Bila hal tersebut terealisasi disampaikan Ketua JMPD Juli Zulkifli maka perlu dibentuk dewan pengawas dari berbagai unsur masyarakat untuk mengawasi aktifitas hiburan malam di Kabupaten Bekasi.
“Selain Satpol PP dan Polisi maka harus dimasukan unsur masyarakat sebagai pengawas agar kinerja satpol PP dan Polisi bisa maksimal serta untuk menghindari adanya kongkalingkong antara penyelengara hiburan dan aparat,”ujar mantan Ketua Panwaslu tersebut.
Sementara insan pers yang diwakili Forum Wartawan Bekasi (Forwasi) dalam pendapatnya mendukung Perda Pariwisata dengan catatan terhadap point yang masih menjadi kontoversi diserahkan sepenuhnya kepada pendapat mayoritas ulama di Kabupaten Bekasi.
“Dari hasil investigasi dilapangan dan berdasarkan tulisan teman-teman wartawan untuk ketujuh point tersebut rentan penyelewengan baik waktu penyelenggaran maupun proses perizinan, Lemah pengawasan baik oleh Satpol PP maupun pihak kepolisian juga lebih menyuburkan bibit Kriminalisme, Pergaulan Bebas, penyalahgunaan obat-obat terlarang (NAFZA) dan prostitusi ,”ujar Sekretaris Forwasi Tata Jaelani.
Sekretaris Pansus VIII H Cecep Noor mengaku akan mempertimbangkan masukan-masukan tersebut dan akan dibahas dalam pembahasan selanjutnya di Pansus VIII.
“Tampaknya kita tidak bisa lakukan Paripurna pada Tanggal 5 November karena memang butuh penyempurnaan dari berbagai pihak untuk ditetapkan menjadi Perda,”ujar politisi PPP. Tata